Semua manusia adalah setara satu sama lain, diantara manusia memang seharusnya tidak ada pembagian kelas. Namun, orang-orang di dalam kehidupan realita sudah terbiasa dengan pembagian kelas-kelas berdasarkan besar kecilnya kekuasaan atau banyak sedikitnya harta kekayaan yang dimiliki.
...
Umpamanya saja pameo yang pernah populer di Tiongkok:
“Manusia kelas 1, memegang kekuasaan nyata, cukup memberi paraf, uang sudah mengalir. Manusia kelas 2 adalah pejabat, cukup keluarkan rekomendasi, cek sudah menanti. Manusia kelas 3, ada backing, meraih sedikit reputasi langsung kaya raya, dan seterusnya…”
Oleh karena di dalam masyarakat masa kini yang mengglobal dimana moralitas merosot drastis. Banyak orang hanya mengetahui mengejar kesenangan dan merangsang adrenalin. Lalu apakah sebetulnya baik itu? Apakah sesungguhnya buruk itu? Apakah tolok ukur untuk menimbang baik dan buruk? Orang-orang lambat-laun sudah kehilangan daya kemampuan untuk membedakan kebenaran dan kemungkaran.
Sesungguhnya, di mata Sang Pencipta, orang yang tulus, bajik dan bertolerasi, barulah benar-benar orang berkualitas atas. Lao Zi, pendiri agama Tao berkata, “Orang bijak mendengar Tao, dengan rajin akan melaksanakan. Orang kebanyakan mendengar Tao, seolah-olah butuh seolah-olah juga tidak. Orang bodoh mendengar Tao, akan mentertawakan dengan lantang, jika tidak ditertawakan bukan merupakan Tao.” (Tao, adalah jalan spiritual menuju kesempurnaan)
Lao Zi membagi tipologi manusia menjadi 3, sebenarnya yang dimaksud adalah 3 macam taraf spiritualitas setelah manusia mendengar tentang Tao yakni:
1. Tertawa dengan lantang, dikarenakan mereka tidak mampu melihat misteri alam semesta, hanya merasakannya sebagai hal yang mustahil.
2. Setengah percaya setengah ragu dikarenakan mereka hanya mengerti sebagian saja dan berkat taraf kesadarannya maka tidak mampu memahami persoalan dengan tuntas.
3. Sedangkan keunggulan orang bijak, justru terletak pada kemampuannya yang dengan sekilas pandang dapat melihat tembus sifat hakiki materi, menyayangi kebenaran sejati alam semesta dan Maha Tao, sehingga menjalankannya dengan sungguh-sungguh.
Pada kehidupan sekarang adalah manusia, menjadi apakah pada kehidupan sebelumnya? Kelak adalah apa? Dari mana asalnya? Hendak menuju kemana? Apakah makna realistis eksistensi di tengah proses yang berlangsung itu?
Mengapa nasib/takdir setiap orang tidak sama? Tak peduli manusia pada tingkatan masyarakat apapun, semuanya berharap dalam kehidupan kali ini bisa meraih sebuah kehidupan yang penuh dengan ketakjuban. Akan tetapi, kadang-kadang realitanya bertentangan dengan angan-angan.
Umpamanya saja pameo yang pernah populer di Tiongkok:
“Manusia kelas 1, memegang kekuasaan nyata, cukup memberi paraf, uang sudah mengalir. Manusia kelas 2 adalah pejabat, cukup keluarkan rekomendasi, cek sudah menanti. Manusia kelas 3, ada backing, meraih sedikit reputasi langsung kaya raya, dan seterusnya…”
Oleh karena di dalam masyarakat masa kini yang mengglobal dimana moralitas merosot drastis. Banyak orang hanya mengetahui mengejar kesenangan dan merangsang adrenalin. Lalu apakah sebetulnya baik itu? Apakah sesungguhnya buruk itu? Apakah tolok ukur untuk menimbang baik dan buruk? Orang-orang lambat-laun sudah kehilangan daya kemampuan untuk membedakan kebenaran dan kemungkaran.
Sesungguhnya, di mata Sang Pencipta, orang yang tulus, bajik dan bertolerasi, barulah benar-benar orang berkualitas atas. Lao Zi, pendiri agama Tao berkata, “Orang bijak mendengar Tao, dengan rajin akan melaksanakan. Orang kebanyakan mendengar Tao, seolah-olah butuh seolah-olah juga tidak. Orang bodoh mendengar Tao, akan mentertawakan dengan lantang, jika tidak ditertawakan bukan merupakan Tao.” (Tao, adalah jalan spiritual menuju kesempurnaan)
Lao Zi membagi tipologi manusia menjadi 3, sebenarnya yang dimaksud adalah 3 macam taraf spiritualitas setelah manusia mendengar tentang Tao yakni:
1. Tertawa dengan lantang, dikarenakan mereka tidak mampu melihat misteri alam semesta, hanya merasakannya sebagai hal yang mustahil.
2. Setengah percaya setengah ragu dikarenakan mereka hanya mengerti sebagian saja dan berkat taraf kesadarannya maka tidak mampu memahami persoalan dengan tuntas.
3. Sedangkan keunggulan orang bijak, justru terletak pada kemampuannya yang dengan sekilas pandang dapat melihat tembus sifat hakiki materi, menyayangi kebenaran sejati alam semesta dan Maha Tao, sehingga menjalankannya dengan sungguh-sungguh.
- Ketiga taraf spiritualitas tersebut menerangkan dari sisi lain tentang karakteristik tersembunyi dari kebenaran sejati alam semesta, yang tidak mampu dimengerti oleh orang kebanyakan.
- Orang semacam inilah baru memiliki peluang untuk merasakan dan menyadari kebenaran hakiki alam semesta dengan maha Tao-nya, hanya manusia berkualitas seperti itu yang memiliki peluang untuk melihat mekanisme langit dan eksistensi ke-Tuhanan.
- Manusia, harta dan tahta di dalam persaingan kepentingan pribadinya, dirinya beranggapan bahwa egois identik dengan kecerdikan, ia tidak mampu melihat di dunia manusia juga eksis realita Sejati, Baik dan Sabar. Oleh karenanya, ketika orang semacam itu meskipun memiliki peluang mendengarkan prinsip sejati dan Maha Tao dari alam semesta, sewajarnya saja juga sulit memahami dan sulit mempercayainya, mereka hanya mampu melecehkan dan menertawakannya.
Pada kehidupan sekarang adalah manusia, menjadi apakah pada kehidupan sebelumnya? Kelak adalah apa? Dari mana asalnya? Hendak menuju kemana? Apakah makna realistis eksistensi di tengah proses yang berlangsung itu?
Mengapa nasib/takdir setiap orang tidak sama? Tak peduli manusia pada tingkatan masyarakat apapun, semuanya berharap dalam kehidupan kali ini bisa meraih sebuah kehidupan yang penuh dengan ketakjuban. Akan tetapi, kadang-kadang realitanya bertentangan dengan angan-angan.
- Sebagian besar orang di dunia demi sandang, pangan, papan, transportasi dan lain sebagainya, bagi dirinya yang disebut benda nyata, harus berjungkir-balik seumur hidup, hanya fokus pada perolehan atau kehilangan kecil malah mengira diri sendiri paling cerdik, yang toh pada akhirnya saat orang harus menapaki jalan kematian, benda di dunia materi/nyata tak satu pun yang bisa dibawa pergi (meninggal).
0 komentar:
Posting Komentar